Saya masih ingat banget waktu pertama kali denger istilah mixed-use building. “Bangunan yang isinya macam-macam gitu? Gimana rasanya tinggal di atas mal, terus kerja di lantai 7, dan nongkrong di rooftop yang sama?” pikir saya waktu itu.
Kesannya aneh. Tapi ternyata, justru di sanalah saya menemukan salah satu solusi gaya hidup urban yang paling praktis, efisien, dan… surprisingly menyenangkan.
Dulu saya kerja di pusat kota Jakarta. Setiap hari harus tempuh minimal dua jam perjalanan. Pulang pergi bisa bikin pinggang serasa digilas. Sampai akhirnya, saya mutusin buat pindah ke unit apartemen yang ada di dalam kompleks mixed-use. Dari situ, hidup saya berubah total.
Apa Itu Mixed-Use Building dan Kenapa Semakin Populer?
Secara sederhana, mixed-use building adalah bangunan yang menggabungkan fungsi hunian, komersial, kantor, dan hiburan dalam satu kawasan vertikal atau horizontal yang saling terintegrasi. Gampangnya, tinggal, kerja, dan main bisa di satu tempat.
Saya tinggal di unit lantai 15. Di bawah saya ada coworking space dan kantor startup, lantai dasar isinya retail dan minimarket. Naik ke rooftop, ada bar, gym, dan kolam renang. Awalnya agak canggung ya, soalnya saya takut terlalu ramai. Tapi ternyata sistem zonanya rapi dan privasinya dijaga banget.
Saya sempat ngobrol juga dengan arsitek proyeknya waktu acara komunitas warga. Dia bilang, tren mixed-use muncul karena lahan makin sempit, populasi kota melonjak, dan orang-orang makin ingin hidup praktis.
Saya setuju banget. Kita butuh efisiensi ruang dan waktu, bukan cuma gaya hidup yang glamor. Dan mixed-use building ngasih solusi real buat itu.
Keuntungan yang Saya Rasakan Sendiri
1. Hidup Efisien, Tanpa Harus Pergi Jauh
Bangun pagi, ngopi di kafe bawah, terus tinggal naik lift buat kerja. Nggak ada drama telat karena macet. Bahkan kalau lupa bawa dokumen atau laptop, saya tinggal naik lagi ke unit.
Waktu istirahat siang, bisa makan di food court lantai dasar atau delivery langsung ke rooftop lounge. Nggak ada waktu yang terbuang di jalan. Produktivitas naik drastis.
Dan ini bukan cuma soal kerja. Mau olahraga? Gym di lantai 20. Mau ngopi santai? Ada coffee shop artisan di lobby. Butuh grocery? Minimarket 24 jam siap melayani.
Saya dulu skeptis, tapi sekarang saya nggak bisa bayangin hidup di tempat lain.
2. Komunitas yang Terkurasi
Salah satu hal menarik tinggal di mixed-use adalah diversitas penghuninya. Ada profesional muda, keluarga kecil, sampai ekspatriat. Tapi semua terasa harmonis karena sistem keamanan, fasilitas, dan zona ruang publik yang saling menyatu.
Kita sering bikin acara bareng. Dari yoga pagi di rooftop sampai nonton bareng Piala Dunia. Rasanya kayak kampung di dalam gedung bertingkat.
Dan buat saya pribadi, ini nilai plus yang besar. Hidup di kota besar sering bikin kita kesepian, tapi di sini saya justru merasa lebih terkoneksi.
3. Investasi Properti yang Menjanjikan
Waktu saya beli unit apartemen di kompleks mixed-use ini, saya sebenarnya mikir buat tinggal. Tapi ternyata harga properti di kawasan seperti ini cepat naik. Karena permintaan tinggi dan fasilitas lengkap.
Sekarang aja, nilai unit saya udah naik sekitar 30% dari harga awal dalam waktu dua tahun. Bahkan unit di tower sebelah yang sama persis, harga sewanya bisa dua kali lipat dari apartemen standar di kawasan sekitar.
Jadi kalau kamu mikir mixed-use cuma cocok buat gaya hidup, coba pertimbangkan juga potensi investasinya.
Elemen Utama dalam Mixed-Use Building
Kalau kamu penasaran, mixed-use itu nggak asal tumpuk fungsi. Ada tata ruang strategis dan zonasi yang harus diperhatikan banget.
Hunian (Residential)
Biasanya menempati lantai atas demi privasi dan view terbaik. Sistem keamanannya lebih ketat, ada area lobby terpisah, dan kadang punya lift khusus penghuni. Saya tinggal di unit tipe studio, tapi ada juga yang dua kamar.
Fasilitas kayak laundry, lounge, ruang baca, dan dapur bersama kadang disediakan.
Komersial (Retail & Food)
Bagian bawah bangunan sering jadi area komersial: kafe, restoran, minimarket, butik, bahkan salon. Desainnya open-access buat umum, jadi walaupun saya bukan penghuni, saya tetap bisa makan di resto lantai dasar.
Biasanya ada juga anchor tenant kayak supermarket atau brand fashion ternama untuk narik traffic. Ini penting buat jaga value bangunan.
Perkantoran (Office & Coworking)
Di tower saya, ada coworking space dari brand lokal yang lumayan keren. Suasana kerja fleksibel banget. Tapi beberapa mixed-use juga punya tower khusus perkantoran yang benar-benar dipisah dari area hunian.
Biasanya desain kantor di mixed-use lebih dinamis, cocok buat startup dan perusahaan modern yang cari lokasi strategis tapi tetap lifestyle-friendly.
Rekreasi & Fasilitas Pendukung
Kolam renang, gym, sky garden, bahkan rooftop cinema jadi bagian penting. Saya pernah nonton film di atas gedung sambil liat city light—dan itu pengalaman luar biasa.
Beberapa proyek juga menyertakan area hijau, taman bermain anak, hingga fasilitas edukasi seperti daycare atau kelas komunitas.
Tantangan dan Tips Hidup di Mixed-Use
Tentu nggak semua hal sempurna. Saya sempat mengalami beberapa tantangan juga:
-
-
Kebisingan: Kalau tinggal terlalu dekat dengan area komersial, bisa agak berisik, terutama malam minggu. Tips saya: pilih unit di lantai atas atau area hunian yang private.
-
Kepadatan pengunjung: Sabtu-minggu, area lobby bisa penuh banget. Saya belajar buat atur aktivitas lebih pagi atau lebih malam buat menghindari rush hour penghuni & pengunjung.
-
Manajemen gedung: Kualitas pengelola sangat memengaruhi kenyamanan. Jadi sebelum beli atau sewa, pastikan cari tahu reputasi pengelola propertinya.
-
Tapi overall, tantangan ini kecil dibanding manfaatnya.
Desain Arsitektur Mixed-Use: Fungsi Bertemu Estetika
Saya sempat ketemu salah satu arsitek yang ikut mendesain tower saya. Dia bilang desain mixed-use itu harus mempertimbangkan fungsi ganda dan flow pengguna.
Contohnya:
-
-
Vertikalitas: Fungsi disusun berdasarkan hirarki privasi dan aksesibilitas. Retail di bawah, kantor di tengah, hunian di atas.
-
Sirkulasi vertikal & horizontal: Lift, tangga, dan koridor harus bisa mengatur aliran orang yang berbeda tujuan tanpa saling ganggu.
-
Desain fleksibel: Unit komersial bisa disesuaikan untuk tenant berbeda. Hunian bisa diubah jadi kantor kecil (asal sesuai regulasi).
-
Saya sendiri kagum lihat bagaimana arsitektur bisa menyatukan fungsi-fungsi yang sebelumnya seolah harus terpisah.
Mixed-Use dalam Konteks Indonesia
Di kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan, mixed-use building bukan hal baru. Tapi masih banyak yang belum benar-benar terintegrasi.
Saya pernah kunjungi proyek di BSD yang mulai mengusung konsep “live, work, play.” Mereka gabungkan apartemen, mall, gedung kantor, dan taman kota. Di Yogyakarta, ada juga proyek yang memadukan hotel, apartemen, dan galeri seni.
Masalahnya, di Indonesia, kadang perizinan dan zonasi jadi kendala. Tapi sekarang mulai banyak pemda yang mendukung konsep ini karena jelas bermanfaat dalam jangka panjang.
Potensi Masa Depan Mixed-Use Building
Setelah pandemi, banyak orang sadar bahwa hidup itu nggak bisa terus-terusan dipisah antara rumah, kerja, dan hiburan. Fleksibilitas jadi kata kunci.
Saya yakin, di masa depan:
-
-
Akan ada smart mixed-use building dengan teknologi IoT, sensor suhu, dan AI untuk efisiensi energi.
-
Proyek mixed-use bakal lebih inklusif, bisa diakses berbagai kalangan.
-
Muncul kombinasi baru seperti mixed-use berbasis transportasi publik (TOD)—di mana semua fungsi dikumpulkan di dekat stasiun MRT atau LRT.
-
Dan yang paling saya harapkan? Bangunan mixed-use yang lebih ramah lingkungan. Bayangin, gedung tinggi dengan taman gantung, panel surya, dan sistem daur ulang air. Itu bukan mimpi lagi, tapi kebutuhan.
Tips Memilih Mixed-Use yang Tepat untuk Kamu
Kalau kamu tertarik masuk ke hunian atau kantor di mixed-use, ini beberapa tips dari pengalaman saya:
-
-
Cek zonasinya: Pastikan area hunian dan komersial punya batas yang jelas.
-
Prioritaskan manajemen gedung yang profesional.
-
Pertimbangkan akses transportasi umum.
-
Tanya soal sirkulasi udara dan pencahayaan alami.
-
Lihat tenant anchor yang sudah masuk. Mereka penentu nilai jangka panjang.
-
Jangan tergiur cuma karena branding mewah. Lihat fungsinya, bukan cuma tampilannya.
Baca artikel berikut: Panel Surya Fasad: Mengubah Bangunan Jadi Sumber Energi